Diantara masalah-masalah yang berkaitan
dengan Wahidiyah yang sering dimunculkan di masyarakat sebagai berikut:
1.
Sholawat Wahidiyah Tidak Mempunyai Isnad Minal adillah
(Sandaran Dalil)?
Jawaban:
a. Sholawat Wahidiyah
adalah rangkaian do’a sholawat kepada Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam yang
disertai dengan do’a-do’a lain yang sangat diperlukan oleh setiap manusia.
b. Do’a sholawat Nabi
Shollallohu ‘alaihi wasallam dengan bernama sholawat apa saja semuanya
berdasarkan firman Alloh SWT Q.S. Al-ahzab: 56 dan hadits-hadits Nabi
Shollallohu ‘alaihi wasallam yang berkaitan dengan bacaan sholawat.
c. Isi perintah agar membaca sholawat kepada Nabi Shollallohu
‘alaihi wasallam dalam ayat dan hadits-hadits unuk mendapatkan fadlilahnya tidak
ada keharusan atau ditujukan pada sholawat tertentu.
إعْلَمْ
أَنَّ الصَّلَوَاتِ عَلَى النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم الَّتِى اسْتَعْمَلَتِ الأُمَّةُ
الْمُحَمَّدِيَّةُ فِي كُلِّ آنٍ وَزَمَانٍ مِنْ بَعْدِهِ صلى الله عليه وسلم مِنْهَا مَأْثُوْرَةٌ عَنْهُ صلى الله عليه وسلم وَمِنْهَا غَيـْرُ مَأْثُوْرَةٍ عَنْهُ صلى الله عليه وسلم مِمَّا هُوَ مَرْوِيٌّ عَنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ
فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ الأَوْلِيَآءِ الْكِرَامِ وَالْعُلَمَآءِ الأَعْلاَمِ.
وَأَنَّهَا مِنْ أَيِّ صِيْغَةٍ كَانَتْ مِنْ صِيَغِهَا يَسْتَحِقُّ الآتِيْ بهَا
الأَجْرَ الْمَوْعُوْدَ الْوَارِدَ فِي الأحَاديْثِ النَّبَوِيَّةِ وَالآثَارِ
السَّنِيَّةِ
Ketahuilah bahwa sholawat-sholawat atas Nabi yang
diamalkan oleh umat Mohammad (ummat Islam) di setiap saat dan zaman sepeninggal
Beliau itu ada yang ma’tsuroh (redaksinya disusun Beliau sendiri) dan ada yang
ghoiru ma’tsuroh (redaksinya bukan susunan Beliau) dari sebagian shahabat,
orang-orang sesudahnya dari para wali yang mulia dan ulama yang alim-alim.
Sesungguhnya bacaan sholawat dengan redaksi apapun pengamalnya akan mendapatkan
pahala yang dijanjikan dalam hadits-hadits atau dawuh-dawuh yang berarti dari
para shohabat” (Sa’adatud Daraoini)
2.
Sholawat
Wahidiyah Tidak Ada Mursyid dan Sanad Musalsalnya
Jawaban:
a. Sholawat Wahidiyah
termasuk sholawat-sholawat yang berfaedah mengantarkan wushul kepada Alloh SWT
tanpa memerlukan Guru Mursyid seperti dzikir-dzkir lain. Sebagaimana disebutkan
dalam kitab
وَقالَ
الْعَارِفُ باللهِ الشَّيْخُ الْعَلاَّمَةُ أَحْمَدُ الصَّاوِيُّ الْمَالِكِىُّ في
حَاشِيَتِه عَلى الْجَلالَيْنِ الْجُزْءِ الثَّالِثِ: وَبالْجُمْلَةِ فَالصَّلاَةُ
عَلَى النَّبيِّ صلى الله عليه وسلمتُوْصِلُ إلَى اللهِ تَعالَى مِنْ غَيْرِ
شَيْخٍ , لأَنَّ الشَّيْخَ وَالسَّنَدَ فِيْهَا صَاحِبُهَا (صلى الله عليه وسلم) لأَنّـَهَا تُعْرَضُ عَليْهِ صلى الله عليه وسلموَيُصَلِّى اللهُ عَلى الْمُصَلِّى,
بِخِلاَفِ غَيْرِهَا مِنَ الأَذْكَارِ, فَلاَ بُدَّ فيْهَا مِنَ الشَّيْخِ
الْعَارِفِ , وَإِلاَّ دَخَلَها الشَّيْطَانُ فَلا يَنْتَـفِعُ صَاحِبُها بهَا .
Berkata Al’arif Billah syekh Ahmad ash-Showi al-Maliki,
dalam hasyiahnya kitab Jalalain juz 3: “Secara global, bacaan sholawat Nabi
akan mengantarkan wushul kepada Alloh tanpa syekh (guru mursyid), karena syekh
dan sanadnya bacaan sholawat ialah shohibu sholawat sendiri, yakni Rosululloh .
Lain halnya selain sholawat yang berupa dzikir-dzikir (amaliah thoriqoh), harus
ada syekh yang ‘arif Billah, kalua tidak ada syekhnya dengan mudah dimasuki
syetan. Maka pengamalnya tidak akan bisa mengambil manfaat dziikirnya.
b. Selain itu
pengamalan Sholawat Waidiyah disertai dengan bimbingan praktis yang dirangkum
oleh Muallifnya, yang disebut Ajaran Wahidiyah, seta bimbingan penerapan
adab-adab lahir dan batin. Hal ini belum ada di amalan sholawat lainnya.
c. Lebih dari itu
dalam Wahidiyah pengamalnya diperkenalkan dengan Ghoutsu Zaman agar meyakini
keberadaannya dan memanfaatkan Beliau sebagai wasilah dan pembimbing rohani
untuk menuju sadar kepada Alloh SWT wa Rosulihi Shollallohu ‘alaihi wasallam
3.
Di
zaman sekarang sudah banyak thoriqoh mu’tabaroh yang bisa digunakan untuk
sarana wushul kepada Alloh SWT, kenapa menggunakan Sholawat Wahidiyah?
Jawaban:
a. Benar, sudah
banyak thoreqoh mu’tabaroh, akan tetapi bagi masyarakat muslim terutama orang
awam sedikit sekali yang mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan
bagi murid suatu thoreqoh yang diantaranya harus sudah menguasai ilmu syare’at. Selain itu sangat sulit
mencari mursyid di setiap daerah yang memenuhi syarat harus ‘arif Billah.
وَقَالَ
السَّيِّدُ أبُوْ بَكْرِ الْمَكِيُّ ابْنُ السَّيِّدِ مُحَمَّدٍ شَطا
الدِّمْيَاطِي فِي كِتَابِهِ كِفَايَةِ الأَتْقِـيَآءِ ص 119 :
فَيَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَنْ يَجْعَلَ جُلَّ أَوْقَاتِه لِلصَّلاَةِ عَلَى
النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم سِيَمَا التَّكْـثِيْرُ مِنْها يَقُوْمُ
مَقامَ شَيْخِ التَّرْبِيَةِ لِمَا قَالُوا "الْمُرْشِدُ فِي آخِرِالزَّمَانِ
مِثْلُ الْكِبْرِيْتِ الأَحْمَرِ, وَتَكْثِيْرُ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم يَقُوْمُ مَقَامَ ذَلِكَ".
Sayid Abu Bakar al-Maki ibnu Sayyid Muhammad Syatho
Ad-Dimyati dalam kitab Kifayatul Atqiya’ berkata: Seharusnya bagi orang yang
berakal menjadikan mayoritas waktunya untuk membaca sholawat Nabi Shollallohu
‘alaihi wasallam, apa lagi memperbanyak bacaan sholawat Nabi Shollallohu
‘alaihi wasallam bisa menduduki kedudukannya syekh pembimbing, sebagaimana
kata ulama: Mursyid (kamil-mukammil) di akhir zaman langka sekali bagaikan
lirang merah dan memperbanyak bacaan solawat Nabi Shollallohu ‘alaihi
wasallam bisa menduduki kedudukannya.”
b. Lain halnya dengan
amalan Sholawat yang bisa diamalkan oleh siapa saja sekalipun orang awam,
sekalipun orang yang penuh dosa, dan belum bisa khudur dan lainya bacaan
sholawatnya tetap bermanfaat baginya, lebih-lebih sholawat yang dilengkapi
bimbingan adab lahir batin dan bimbingan praktis yang diajarkannya.
وَقالَ
الْعَارفُ باللهِ سَيِّدِيْ عَبْدُ الْوَهَّابِ الشَّعْرَانِي فِي كِتَابهِ
"لَوَاقِحِ الأَنْوَارِ الْقُدْسيَّةِ : إعْلَمْ يَا أَخِيْ أَنَّ طَرِيْقَ
الْوُصُوْلِ إلَى حَضْرَةِ اللهِ مِنْ طَريْقِ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم مِنْ أَقْرَبِ الطُّرُقِ،
Al’Arif Billaah Sayyid Abdul Wahab Asy-Sya’roni dalam
kitabnya Lawaqihil anwar Al-qudsiyah, berkata: Ketahuilah saudaraku,
sesungguhnya jalan wushul kepada Alloh SWT melalui jalan bacaan shholawat Nabi Shollallohu
‘alaihi wasallam itu termasuk lebih dekatnya jalan.
وَذكَرَ
الْعَلَّامَةُ سَيِّدِيْ عَبْدُ الرَّحْمن بْنُ مُصْطَفى الْعَيْدَرُوْسُ في
كتَابهِ الْمُسَمَّى مِرْآةَ الشُّمُوْسِ في مَنَاقِبِ آلِ الْعَيْدَرُوْسِ :
أنَّهُ يَعْدَمُ الْمُرَبُّوْنَ (أي الْمُرْشِدُوْن الْكامِلوْنَ
الْمُكَمِّلُوْنَ) فِي آخِرِ الزَّمَانِ , وَيَصِيْرُ مَا يُوْصِلُ إلَى اللهِ
إلاَّ الصَّلاةُ عَلَى النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم مَنامًا وَيَقَظَةً . وَأَنَّ جَمِيْعَ
الأَعْمَالِ مِنْها الْمَقْـبُوْلُ ومنْها الْمَرْدُوْدُ إلاَّ الصَّلاةَ عَلى
النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم فَإنَّهَا مَقْطُوْعٌ بقَـبُوْلِـها
إكْرَامًا لَهُ صلى الله عليه وسلم. وَحَكى اتِّـفَاقُ العُلَمآءِ عَلى ذلِكَ
إهـ كذا في تقْريْبِ الأصُوْلِ وفي كِفايَةِ الأتْقِيَآء وَغيْرهِما
Al-allamah Sayyid Abdur Rohman bin Mushtofa al-Idrus dalam
kitabnya Mir-atusy Syumus fi manaqibi Ali idrus, menyebutkan: Bahwasanya
pembimbing ummat (mursyid kamil lebih-lebih mukammil) di akhir zaman ini sangat
langka sekali, dan tiada yang bisa mengantarkan wushul kepada Alloh SWT kecuali
selalu membaca sholawat Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam saat tidur maupun berjaga (dalam segala
waktu). Sesungguhnya semua amal kebaikan itu ada yang diterima dan ada yang
ditolak kecuali bacaan sholawat Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam. Kalau sholawat Nabi Shollallohu
‘alaihi wasallam
pasti diterimanya untuk
penghormatan kepada Beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam. (dihikayahkan
bahwa hal ini sudah disepakati banyak ulama).
4.
Kenapa
Muallif Sholawat Wahidiyah terlalu berani memberikan garansi akan menanggung
sorganya pengamal Sholawat Wahidiyah beserta anak cucunya kalau sudah khatam 41
hari? Kok berani-beraninya menaggung sorganya orang sedangkan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam saja
tidak berani menanggung seperti itu.
Jawaban:
Itu tuduhan yang
tidak benar dan tidak mendasar. Bisa dikatakan fitnah. Kisahnya sebagai
berikut:
Di dalam lembaran Shalawat Wahidiyah yang diedarkan kepada
masyarakat dengan Cuma-Cuma pada tahun-tahun pertama penyiaran (sekitar tahun
1964-1968) tertulis kata-kata dalam bahasa Jawa huruf Arab Pego :
“MENAWI SAMPUN JANGKEP 40 DINTEN
BOTEN WONTEN PEROBAHAN MANAH, KINGING DIPUN TUNTUT DUN-YAN WA UKHRON,
KEDONGLO KEDIRI”
Indonesianya : “Jika sudah cukup
pengamalan 40 hari tidak ada perubahan dalam hati, boleh dituntut dunia maupun
akhirat. Kedunglo Kediri”.
a. Kalimat yang disebut garansi tersebut dimuat dalam lembaran
Sholawat Wahidiyah yang diedarkan pada tahun 1964 s/d 1968 dan setelah itu
sampai sekarang kalimat garansi tersebut tidak dimuat lagi dalam lembaran
Sholawat Wahidiyah yang diedarkan secara Cuma-cuma itu.
b.
Garansi tersebut,
saat itu pernah disalin dan dirobah oleh seorang tokoh agama ari Kediri dengan
susunan kata (bahasa Jawa tulisan arab pego) yang bahasa Indonesianya: “BARANG
SIAPA MENGAMALKAN SHOLAWAT WAHIDIYAH SELAMA 41 HARI DIJAMIN MASUK SURGA BESERTA
ANAK KETURUNAN-NYA”.
Tulisan yang berisi pembohongan yang
bertentangan dengan teks, makna, dan tujuan yang sebenarnya itu diedarkan ke
masyarakat dan dijadikan hujjah untuk melarang/mengharamkan amalan Sholawat
Wahidiyah. Betapa nistanya, melakukan pembohongan untuk digunakan melarang
masyarakat membaca sholawat Nabi . Ironisnya pengharaman
Wahidiyah dengan hujjah tersebut bisa meresap ke dalam lubuk hati masyarakat
muslim sehingga sebagian ummat Islam sendiri ada yang merasa “muak-jijik”
ketika mendengar kata-kata “Wahidiyah”.
Siapa yang harus bertanggung jawab di
akhirat nanti ketika ada orang yang mau membaca sholawat kepada baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam namun karena ada fatwa haram/ sesat mereka
tidak jadi membacanya? Sanggupkah mereka memberikan ganti syafa’at yang
dijanjikan oleh Beliau di hari kiamat?
5.
Dengan bacaan Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh Shollallohu ‘alaihi wasallam yang selalu dibaca
oleh Pengamal Wahidiyah itu pengamal Wahidiyah akan mengakibatkan kekeliruan
karena mereka lebih mengutamakan atau mengagungkan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam dari
pada Alloh SWT.
Jawaban:
Pemahaman yang dijadikan alasan
menyalahkan Sholawat Wahidiyah seperti di atas tidak benar dan tidak mendasar.
Karena:
a. Memanggil Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam dengan sebutan Sayyidi itu suatu
panggilan yang sesuai dengan kedudukan Beliau sebagai Sayyidu waladi Adam.
Sabda Beliau Shollallohu
‘alaihi wasallam:
أَناَ
سَـيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلاَ فَخْرَ رواه
أحمد والترمذي وابن ماجه عن أبي سعيد الحذري
“Aku
adalah sayyidnya anak cucu Nabi Adam, ini bukan kesombongan”
b. Siapapun yang
memanggil Beliau dengan Yaa Rosulalloh Shollallohu ‘alaihi wasallam dalam
hatinya tidak akan terselip suatu keyakinan bahwa Beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam itu
lebih tinggi derajatnya dari pada Alloh SWT. Melainkan tetap berkeyakinan bahwa
Beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam adalah Utusan Alloh
dan berkeyakinan bahwa Yang Mengutus (Alloh SWT) lebih tinggi derajatnya dari
pada yang diutus (Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam). Dengan demikian tidak akan terjadi dalam hati pembacanya
munculnya sesuatu yang dikawatirkan di atas, yakni lebih mengagungkan
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam daripada
Alloh SWT. Setinggi apapun mengagungkan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam dengan
panggilan Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh Shollallohu ‘alaihi wasallam tetap
lebih tinggi pengagungannya kepada Alloh SWT.
c. Memanggil Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam dengan
Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh selain berdzikir kepada Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam otomatis juga
berdzikir kepada Alloh SWT. Tidak begitu sebaliknya.
Sabda
Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam:
مَنْ
ذَكَرَنِى فَقَدْ ذَكَرَ الله َوَمَنْ أَحَبَّنِى فَقَدْ أَحَبَّ الله
َوَالْمُصَلِّى عَلَيَّ نَاطِقٌ بِذِكْرِاللهِ
(سعادة الدارين 512)
وَقَالَ
الإمَامُ العَارفُ سَيِّدِيْ مُحَمَّدٌ بْنُ عُمَرَ الْغَمَرِيُّ الوَاسِطِيُّ فِي
كتَابهِ "مِنَحِ الْمُنَّةِ في التَّلَبُّسِ بالسُّنَّةِ": فَإنَّهُ صلى الله عليه وسلم هُوَ الْوَاسِطَةُ بَيْنَنا
وَبَيْنَهُ تَعَالَى، وَالدَّليْلُ لَنَا عَليْهِ وَالْمُعَرِّفُ لَنَا بِهِ عَزَّ
وَجَلَّ، وَالتّعَلُّقُ بالْوَاسِطَةِ مُقَدَّمٌ عَلى التَّعَلُّقِ
بالْمُتَوَسَّطِ إلَيْهِ ، فَإِنَّ الْواسِطَةَ هُوَ السَّبَبُ فِي الدُّخُوْلِ
عَلَى الْمَلِكِ الْعَظِيْمِ، وَالْوَسيْلَةُ إلَى مَنَازلِ الْقُرْبِ، فَهُوَصلى الله عليه وسلمالْوَاسِطَةُ بَيْنَ
الْخَلْقِ وَبيْنَ رَبِّـهِمْ تَعالَى .
Al-imam
al-arif Billah Sayyid Muhammad bin Umar al-Ghomari al-Wasithi dalam kitabnya
Minahul Munnah fit-talabbusi bissunnah, mengatakan: Sesungguhnya Baginda Nabi Shollallohu
‘alaihi wasallam
adalah perantara (jembatan) diantara kita dan Alloh SWT, yang menunjukkan dan
mengenalkan kita kepada Alloh SWT. Berhubungan dengan perantara (pengantar)
harus didahulukan dari pada dengan yang dituju, karena perantara itu sebagai
sebab bisa masuknya ke hadapan Sang Raja Yang Maha Agung dan sebagai wasilah
menuju tempat yang lebih dekat. Beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam adalah perantara diantara makhluk dan
tuhannya SWT.
e. Lebih dari itu
orang yang banyak berdzikir kepada Beliau akan diberi rasa mahabbah kepada
Beliau. Sedangkan rasa mahabbah kepada Beliau termasuk tali pengikat iman
kepada Alloh.
Bersabda
Rosullullah Shollallohu ‘alaihi wasallam
مَنْ أَحَبَّ شَـيْئاً
أَكْثَرَ مِنْ ذِكْرِهِ (رواه الد يلمي عن
عائشة)
“Barang siapa mencintai sesuatu, dia banyak menyebut
/
mengingat sesuatu itu”. (Riwayat
Dailami dari Aisyah R.A)
لاَ
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَمَالهِ وَالنَّاسِ
أَجْمَعِيْنَ .
(رواه البخاري ومسلم وأحمد والتر مذي وابن ماجه عن انس)
“Tidaklah sempurna iman salah satu dari kamu sekalian sehingga
Aku lebih dicintai dari pada dirinya sendiri, hartanya dan manusia semuanya”. (Riwayat Bukhari,
Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas).
terimakasih...
BalasHapusthis is amazing...
Blognya bisa dibuka dg URL http://lihat.us/pesat
BalasHapus